shutterstock.com |
Sahabatku sejak kecil, Malda, datang tiba-tiba. Wajahnya terlihat
sedikit ragu tapi kukira ada senyum di baliknya.
“Aku tahu kau masih sedih dan tak mau bicara dengan siapapun. Tapi aku
harus segera memberitahumu.”
Malda mengeluarkan sesuatu dari balik punggungnya. Sebuah undangan pernikahan
sederhana berwarna royal blue dengan emboss berupa inisial M dan
J. Sangat indah. Belum sempat aku berkomentar, telepon berdering. Aku hampir
yakin dia yang menghubungiku lagi. Tubuhku mematung menghadap telepon, tak
bergeming.
Malda hampir mengangkat telepon itu sebelum aku menghentikannya.
“Siapa dia?”
"Kurasa sebaiknya kau tidak perlu tahu tentang dia. Percayalah,
kurasa betul-betul jangan."
“Biarkan aku menolongmu. Akan kuberi pelajaran lelaki bangsat itu agar
berhenti mengganggumu. Kenapa sih dia tidak mau berhenti padahal kau sudah
menyuruhnya pergi? Kalau dia terus menerus kembali, kapan kau akan sembuh dari
patah hati? Dia akan selalu bercokol di kepalamu sampai kiamat!”
“Aku tidak perlu kau ikut campur, Malda. Kau tak perlu bicara dengannya
atau sekedar mendengar suaranya. Biar aku selesaikan sendiri urusanku. Kau
cukup tahu bahwa aku baik-baik saja. Aku tidak akan kalah dari lelaki itu. Biar
aku sendiri yang mengusirnya dari hidupku.”
“Menyebut namanya saja kau tak mampu saking tersakitinya hatimu. Teleponmu
tak aktif seminggu sejak hubungan kalian berakhir. Bagaimana caramu bisa bicara
dengannya? Siapa sih dia? Mengapa kau merahasiakannya dan hanya menceritakan
sebagian dari kisah kalian?”
Aku membuang muka. “Aku hanya tak mau merusak kebahagiaanmu. Sejak
kudengar dari ibumu kau akan menikah, kupikir tak perlu ada cerita sedih
hinggap di telingamu.”
Namun mataku tertumbuk pada mawar pemberian lelaki sialan. Lelaki yang
akhirnya mengaku padaku bahwa dalam hatinya, aku bukan nomor satu. Lelaki yang
berkata padaku tidak mau meninggalkanku meski ia akan segera menempuh hidup
baru. Bukan denganku.
Tiap menatap inisial J pada mawar yang mulai layu, mataku berubah
sendu.
***
Karya lain bisa dilihat di sini.
nice post to share, makasih
BalasHapusterima kasih juga kunjungannya :)
Hapuspengkhianat cinta :D
BalasHapusmbak... paragraf 8 kalimat awalnya membingungkan... sepertinya...
oh begitu ya? :) tengkyuuu
Hapusowh...it hurts.... :(
BalasHapussakitnya tuh...di sini :(
Hapus