Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2012

Pekerjaan Keren

Gambar
ppfkb.blogspot.com             "San, kalau Bakso Pak Mul kiosnya dimana?" Yang di seberang telpon tertawa. "Mir, sejak kapan kamu suka bakso? Bukannya kamu phobia bakso sejak nonton acara investigasi di televisi? Katamu banyak bakso dicampur daging tikus dan ikan busuk. Pengolahannya juga buruk karena alat giling daging dipakai bergantian tanpa dicuci. Ada angin apa kamu jadi tanya kios bakso?" Aku menepuk paha dengan keras hingga orang yang lewat di dekatku mengeryitkan dahi. "Bukan, San. Mana mau aku makan bakso kalau bukan buatan istriku. Biasa, ada dokter yang minta. Ayolah bantu aku." Ihsan terkekeh, "Iya, iya, sekarang kamu di mana? Biar aku yang beli dan antarkan baksonya."

Lamaran Jono

Gambar
shutterstock.com/pic-6636634              Boys will be boys. Sialan. Persetan. Siapa orang sok tahu yang berani membuat pepatah demikian? Siapa makhluk sok pintar yang berani menganggap semua anak lelaki akan tetap menjadi bocah lelaki? Tahu apa dia, memangnya dia sudah melakukan survei terhadap laki-laki di seluruh dunia? Pasti dia tidak tahu dampak dari perbuatannya, membuat slogan itu!             "Kata orang, lebih baik perempuan menikahi laki-laki yang lebih tua dibanding dirinya. Laki-laki tidak setahan banting perempuan. Laki-laki tidak sedewasa perempuan. Karena seorang perempuan akan mudah mengubah diri menjadi seorang wanita dewasa, seorang perempuan akan menjadi ibu bagi anaknya. Ketika seorang perempuan memiliki anak, akan tumbuh rasa tanggung jawab dan ingin mengayomi dalam hatinya. Sehingga ia segera menyesuaikan diri dan paham betul posisinya. Apa kamu percaya?" Aku bukan p...

Beragam Kisah, Beragam Nama, Itulah Cinta

Gambar
kampungfiksi.com Judul                :           Banyak Nama untuk Satu Cinta Penulis              :           Kampung Fiksi dan Sahabat Penerbit            :           Leutikaprio Tebal                :           193 halaman Cetakan           :           Pertama, April 2012             Anda penikmat buku cecintaan? Atau anda pemuja romansa? Pastikan di...

Ketika Media Menjadi Pembunuh

Gambar
http://en.wikipedia.org/wiki/Mad_City_(film)             Media dapat mengubah hidup seseorang. Media dapat berperan dalam membesarkan atau menjatuhkan nama seseorang. Kira-kira itulah sebagian pesan dari film Mad City yang dibintangi oleh John Travolta dan Dustin Hoffman. Film ini tidak sekedar menunjukkan kisah seorang satpam yang dipecat lalu bertindak nekat akibat frustasi kehilangan pekerjaannya. Mad City juga menunjukkan betapa media berperan besar dalam membangun bahkan menggiring opini dan keberpihakan masyarakat.             Dikisahkan, Max Brackett (Dustin Hoffman) dan rekannya Laurie mendapat tugas meliput sebuah museum. Max Brackett mewawancarai kurator musem tersebut, Nyonya Banks. Ketika Max berada di toilet museum, ia melihat Sam Baily (John Travolta) mengeluarkan senapan dan terlibat sedikit adu mulut dengan Nyonya Banks. Sam yang merasa Nyonya Banks tidak mau memberinya...

Tempat Kembali

            "Pak, sudah waktunya pindah." Pak Kar mematung di depan foto mendiang istrinya yang tergantung di dinding. Cuma itu satu-satunya potret sang istri yang ia miliki. Lama ia tidak bicara kecuali membiarkan matanya merekam tiap titik dalam foto dan berusaha mengembalikan memori. Tentang istri yang ia cintai. Tentang rumah yang ia tinggalin. Tentang kehidupannya, masa bahagianya, pencapaiannya, rasa penuh sykukurnya. Akhirnya ia rela. Dalam hatinya ia mencoba melepaskan jepit-jepit yang mengempit. Ketika pandangannya hanya terfokus pada satu hal dan pikirannya melayang bukan hanya wajah istrinya yang rupawan.

Hero-mu

Gambar
http://www.shutterstock.com/pic-98019845/             "Kamu maunya apa? Begini salah, begitu salah. Jangan ngambek terus dong!" keluh Flo. "Masak kamu ga ngerti juga dari tadi aku mau apa?" tanyaku sewot. Flo bersidekap, "Memangnya apa? Mana aku tahu apa maumu kalau kamu saja ga mau bilang! Memangnya aku peramal bisa tahu apa mau kamu sekarang atau nanti? Kamu kok kayak anak kecil!" Kini aku yang bersidekap dengan mata melotot, "Siapa yang anak keciiil???" Mungkin pemandangan yang kalian lihat, ya, pertengkaranku dengan Flo, sangat tidak enak ditonton. Baik aku maupun Flo sama-sama keras kepala. Kami saling meninggikan volume dan seakan tertarik berlomba mengeluarkan bola mata. Kepala kami tengah sama-sama panas. Ini bermula dari hal yang sangat sepele. Saking sepelenya, sampai aku malu jika kalian tahu.

Jet Li yang Kurang Porsi

Gambar
http://themovienoob.wordpress.com             Kesan pertama yang saya tangkap dari film laga ini adalah latarnya. Bila anda tidak menonton film ini dalam format 3D, anda mungkin bertanya-tanya. Kenapa potongan tali yang beterbangan kena sayatan pedang digambarkan mendetail? Kenapa langitnya benar-benar nampak seperti gumpalan awan? Saat ditonton tidak dalam format 3D, sepintas film ini terlihat seperti kartun. Beberapa teman saya pun berpendapat demikian. Kesan lain tentu kemunculan si jagoan, Jet Li yang punya nama besar terutama dalam film semacam ini.

Tanda Tanya: Potret Realita Perbedaan yang Jujur

            Bagi saya, masih jarang film produksi dalam negeri yang menyorot keberagaman suku dan agama. Apalagi sebagian orang beranggapan perbedaan agama cenderung sensitif. Namun saya angkat dua jempol untuk sang sutradara, Hanung Bramantyo, yang memotret realita ini tanpa mencoba memihak.             Film ini berpusar pada kehidupan tiga keluarga. Pertama, Tan Kat Sun seorang pemilik warung makan Cantoon Chinesse Food yang mempekerjakan Menuk, seorang muslimah taat. Menuk bersuamikan Soleh, pemuda rajin beribadah yang pengangguran. Dulu Menuk pernah menjalin hubungan dengan putra Pak Tan Kat Sun bernama Hendra. Alhasil Hendra pun membenci Soleh dan bersikap sinis terhadap Menuk. Ia juga sering adu mulut bahkan berkelahi dengan pemuda di sekitar tempat tinggalnya akibat diledek sipit karena ia etnis Tionghoa.

Setumpuk Keluh

Gambar
m.klikdokter.com             Ibu, kau tidak pernah bercerita padaku bahwa membesarkan seorang anak gadis itu sulit. Kau selalu tersenyum ketika aku merengek agar kau mendengarkan remah-remah harapanku atau serakan-serakan impianku. Dulu aku tak sebegitu menyusahkanmu, kan, bu, tidak seperti anak gadisku! Kau tak pernah bilang bila suatu saat nanti aku punya anak gadis, dia akan menolak dan membangkang terhadap semua prinsip hidupku! Dia yang tak mau mendengarkanku dan lebih suka kudiamkan. Ibu? Tidak dari dulu saja kau bilang, memiliki seorang anak itu merupakan tantangan. Kau malah terus memuji bagaimana manisnya aku sejak bayi sehingga tak pernah menyusahkan orang.             "Ibu!"

Menembus Tembok

Gambar
http://www.shutterstock.com/pic-28759186/              Aku             Tembok itu menjulang. Begitu tinggi, begitu kokoh. Melihatnya saja membuatku merasa terintimidasi. Begitu pula mungkin kau yang berada di balik tembok itu. Setiap kali aku berusaha mendekatinya, tembok itu menampakkan kedigdayaan dan keangkuhannya, membuatku mual sebelum menyelesaikan rencana. Bahkan aku tak kuasa mencoba melangkah di sekitarnya lagi. Tembok itu benar-benar suram.

Ketika Madelin Disekap

Gambar
http://www.shutterstock.com/pic-84006661/             "Ikat," ujar Madelin. Tony menurut. Ia memotong tali, menyatukan kedua pergelangan tangan Madelin dan membuat simpul yang kuat. "Jangan lupa, ikat juga kakiku," pinta Madelin sembari merapatkan kakinya. Dengan cekatan, Tony membuat simpul lebih kuat untuk menjaga kedua kaki jenjang Madelin tetap di tempat. "Nah, sekarang bungkam mulutku dengan syal itu. Lalu kau boleh pergi." Tony tidak berkata apa-apa. Setelah melaksanakan perintah Madelin, ia meninggalkan gudang itu. Udara begitu pengap di dalam. Sedari tadi Tony menahan diri untuk tidak bersin. Debu yang tebalnya beberapa senti bisa membunuh Madelin dengan mudah, pikirnya sambil menggelengkan kepala.

Ibu Vs Nenek

Gambar
http://www.shutterstock.com/pic-86265376/             "Tadi siapa yang menelpon, bu?" tanyaku. Ibu tidak menyahut dari dapur. Biarlah, mungkin pendengarannya sudah jauh berkurang. Maklum, ibuku sudah kepala tujuh. Namun aku masih kagum dengan semangatnya. Ia termasuk nenek yang aktif. Setiap pagi, ibu menemani Nabila putriku berjalan kaki mengitari komplek. Memang keluargaku penyuka olahraga. Tak heran, di usianya yang sudah tua, ibu tetap segar bugar akibat kebiasaannya jalan kaki. "Bu?" panggilku. "Itu telpon dari Nabila, dia minta izin menginap di rumah Franca." Aku langsung berkacak pinggang. "Franca? Rumahnya jauh dari sini. Aku belum kenal orangtua Franca. Buat apa Nabila menginap di sana? Memangnya dia tidak punya rumah?" suaraku meninggi.

Antara Lolita, Bebek Goreng, dan Kita

Gambar
bebekgorengslamet.com             "Sudah berapa lama kita seperti ini?" Lolita tidak menjawab, ia justru mengamit lenganku. Kami tengah mengantri di restoran murah meriah tak jauh dari tempat Lolita bekerja. "Lolita, kau mendengarku?" Lolita menyikutkan tangannya ke tulang rusukku. "Ya ampun, Martin, sabar sedikit! Lihat, antriannya sudah bergerak!" Segera, dua kasir lain yang tadinya tutup karena pegawainya tengah beristirahat dibuka kembali. Mirip bank saja. Dua orang yang mengantri di depan kami menyingkir ke dua kasir yang baru buka. Kini kami berada di posisi pertama dalam antrian. Kasir yang melayani kami berwajah cantik meski tanpa polesan riasan atau pakaian mahal. "Lima puluh empat ribu tujuh ratus rupiah," ujar kasir itu. Lolita memandangiku. Aku merogoh saku belakang dan menyerahkan dompet padanya.

Di Perhentian Tangis

Gambar
shutterstock.com/pic-97993250/             "Saya sakit bu! Saya hancur!" suara Bu Nona bergetar hebat. Jarinya menuding dadanya sendiri. Kedua bibir yang diam kaku di sela kata-kata yang meloncat keluar dengan ekspresi ngeri membayang di bola matanya terasa menyakitkan untuk dilihat. "Saya sudah memperjuangkan pernikahan kami, bahkan sampai detik ini. Saya masih berjuang! Sudah dua puluh tahun, bu! Saya pasti gila kalau saya membiarkan semuanya selesai begitu saja. Saya belum mau menyerah! Tapi saya dipaksa menyerah, bu. Saya mau bilang apa? Sisi ranjang di sebelah saya telah kosong, separuh isi lemari di kamar saya juga ikut kosong. Bukan saya yang minta, bu, bukan saya. Saya tidak pernah minta yang seperti ini. Permintaan saya selalu tentang yang baik-baik, hal baik-baik, tentang segalanya agar baik. Kenapa berakhir tidak baik? Di mana letak kesalahpahamannya? Doa saya terbuang, doa saya dijamah kesalahan. Kenyataannya adalah salah!"

Dua Nenek

Gambar
http://www.shutterstock.com/pic-23811838/             "Bu, olahraga?" sapa Bu Sarni. Bu Menur tersenyum cerah melihat teman sebayanya muncul. "Iya, buat melatih tulang-tulang yang sudah keropos biar tidak semakin keropos," sahut Bu Menur sambil terkekeh. "Ibu sendiri, tumben betul keluar jam segini. Biasanya jarang keluar." Giliran Bu Sarni yang terkekeh, "Cucu saya, Fahri, masih tidur. Biasanya saya tidak bisa keluar rumah kalau Fahri sudah bangun. Kasihan, ditinggal orangtunya berangkat kerja sejak subuh. Jadi, tanggung jawab mengurus Fahri sehari-hari dibebankan pada saya. Untung Fahri anaknya tenang. Dia tidak mudah rewel. Dikasi susu kaleng juga lahap. Sebetulnya saya lebih suka ibunya tinggal di rumah, tapi mau bagaimana lagi."

Cantikmu

Gambar
            Pernikahan beda usia. Usia yang terpaut jauh. Dan pihak perempuan yang lebih tua. Sudah pasti menjadi gunjingan banyak orang, kasak-kusuk di belakang. Siapa yang tidak meremehkan? Katanya, jika pihak laki-laki masih bau kencur, masih hijau soal rumah tangga. Belum bisa menjadi pemimpin keluarga. Tanggung jawabnya begitu-begitu saja. Mereka masih susah melepas gairah masa muda, ingin bersenang-senang dan mencecap banyak pengalaman. Tidak kuat dikekang ikatan. Tidak jinak dibelai perempuan. Susah memang, pada kenyataannya inilah yang jamak merasuki pikiran orangtua. Tak terkecuali ibuku.