Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2012

W!N-Ini Dia Celoteh Saya Tentang J50K

Gambar
kampungfiksi.com Anda lihat badge besar yang terpampang di atas, dengan latar warna hitam dan gambar bunglon dan tulisan W!N ? Yap! Itu dia! Akhirnya setelah 31 hari saya berjuang, mempertaruhkan mata dan jari-jari tangan serta otak yang seperti dipaksa berkreasi hingga titik darah penghabisan. Berakhirlah bulan Januari dan sesuai harapan. Saya berhak memasang badge ini di blog, horeeeeeee! * hujan confetti *

Generasi Muda, Eksislah!

Gambar
duniaaxis.co.id Lomba Menulis Blog Axis Tema : Eksis dengan Internet Sebagai anak muda yang mengaku gaul dan tidak ketinggalan zaman, tentu kamu telah memanfaatkan bahkan menjadikan internet sebagai bagian dari kehidupanmu sehari-hari. Tak heran, internet menjadi salah satu kebutuhan bagi generasi muda. Tidak hanya di Indonesia, tapi juga di seluruh dunia. Coba ingat, apa saja yang pernah kamu dapatkan dari internet? Dewasa ini, internet telah menjadi jembatan informasi maupun komunikasi yang hampir tiada tandingannya. Internet memenuhi berbagai kebutuhanmu; baik berupa ilmu, berita teraktual hingga kebutuhanmu akan eksistensi.

Chang, Pejuang Tanah Timur-50K

Gambar
Baiklah teman-teman semua, saya persembahkan screenshoot bahwa Chang Pejuang Tanah Timur pas berhenti pada angka 50.000 kata lho! Sebenarnya, naskah ini jauh dari selesai. Selain editing yang belum dimulai, kisahnya pun masih panjang. Bahkan belum menyentuh konflik utama, huehehhehehe :D Nantinya, bagi anda semua yang suka membaca Chang (sebelum akhirnya saya cuma menampilkan screenshoot) harus bersabar. Beberapa tokoh akan diubah, beberapa latar akan dijabarkan lebih detail, beberapa bagian ditambah dan beberapa konflik dihapus. Jika nantinya chang benar-benar selesai, jangan salahkan bila isinya jauh berbeda dari yang pernah saya tulis yaaa. Sebetulnya, semakin mendekati akhir, saya makin gamang. Selain benar-benar keluar dari alur utama kisah, Chang juga masih kurang gereget. Pergolakan batinnya masih gitu-gitu-aja .

Zaman yang Sepi

           Ada saat di mana kau merasa betul-betul sepi. Entah dunia macam apa yang kau tinggali. Padahal, katanya, penduduk bumi melonjak. Membuat dunia penuh sesak. Membuat nestapa akibat kebutuhan lahan yang semakin meningkat. Sementara lahan adalah tetap. Bumi tidak meluas atau membesar. Manusianyalah yang jumlahnya berlipat. Maka sungguh aneh dan kontradiktif rasa kesepianmu. Sementara di kanan kirimu orang-orang berkicau. Di depan belakangmu orang-orang menampilkan senyum dalam bentuk titik dua dan tutup kurung. Lalu di atas bawahmu orang-orang berbagi mulai dari acara buka mata di pagi hari hingga terlelap kembali.             Dua titik menggantung di bawah pipi. Bahkan tanpa kau sadari. Sembari mengelap cepat-cepat. Takut terlambat dan dilihat orang. Kukatakan baik-baik, dengarlah. Bila perlu, kuulang sampai kau tahu. Pahamilah. Begini cara kerja hidup modern. Tak perlu sosok atau kesejatia...

[Screenshoot] Chang, Pejuang Tanah Timur-Bagian 20

Gambar
Ini bagian kedua puluh dan saya telah menempuh perjalanan sejauh 35.000 kata. Saya harap kurang dari sepuluh hari ke depan berhasil menyelesaikan naskah ini. Di bagian ini, Chang telah bertemu dengan Dcoff, kawan lamanya di pulau Hallendoirf. Chang dan Dcoff berlayar bersama armada kapal perangnya dan menuju ibukota Kerajaan Timur untuk merebut tahta dari Perdana Menteri Liem. Sementara itu, dalam bencana alam di tengah peperangan antara penduduk perbatasan dan Kerajaan Selatan, terjadi kehancuran yang menyakitkan. Hanya dua orang yang selamat dalam bencana ini yaitu Rim dan Elepta. Keadaan Elepta sangat terguncang dengan kenyataan yang ia hadapi. Sementara Rim terluka parah dan kesulitan bergerak. Semangat untuk rekan-rekan nekaders! Ayo lanjutkan perjuangan anda! 

Senyum Untukmu Yang Lucu

"Wah, burungnya terbang, mbak cantik! Burungnya terbang!" Aku ―yang dia panggil mbak cantik ―ikut tersenyum sambil melihat burung kecil yang terbang di langit. Burung itu, burung merpati peliharaannya. Ia memutuskan melepas burung merpati itu di hari ulang tahunnya. "Ini kado ulang tahunku buat dia, mbak, biar dia bebas!" ucapnya penuh semangat. Aku mengangguk-ngangguk sambil terus mempertahankan senyum yang di wajah. "Mbak cantik suka pelihara burung juga?" Aku menggeleng. Ia terus berceloteh. "Padahal burung itu teman yang baik lho, mbak. Aku suka curhat sama burung merpatiku. Oh ya mbak cantik, ayah janji mau belikan aku burung perkutut."

Menyelesaikan Naskah J50K Itu Perjuangan Pemirsaaaa

Ada beberapa kesalahan fatal yang saya lakukan ketika menciptakan naskah "Chang, Pejuang Tanah Timur" (selanjutnya disingkat CPTT) yang membuat penulisan naskah menjadi terhambat. Pertama, saya tidak punya rencana mau dibawa kemana cerita ini. Saya memang telah membuat sinopsisnya dan ketika membaca ulang, saya terkejut. Sebetulnya sinopsis ini akan mengarah pada kisah macam apa? Karena setelah menulis beberapa bagian awal naskah, saya mulai kebingungan. Dalam sinopsis saya menyebutkan kepribadian Chang sesuai dengan judul naskah bahwa ia pejuang tangguh dan memiliki tanggung jawab meneruskan kepemimpinan kakeknya. Namun setelah saya telusuri, naskah saya justru menampilkan konflik batin dalam diri Chang yang kekanakan dan lari dari tanggung jawab. Konyolnya lagi, konflik batin yang pada mulanya saya rencanakan akan menggambarkan perkembangan kepribadiaanya menjadi lebih dewasa dan memiliki jiwa pejuang sesungguhnya pun kacau.

[Screenshoot&Cuplikan] Chang, Pejuang Tanah Timur-Bagian 19

Gambar
Sedikit cuplikan dari bagian ini akan saya tunjukkan.Hati-hati kalau makin penasaran ya ^_^ Aku mencoba menyapu kakinya. Ia berkelit dan menyasar punggungku. Terkamannya cepat dan hampir akurat. Aku mengelak dan menyorongkan trisulaku pada wajahnya. Ia melengkungkan tubuhnya ke belakang. Tanpa kuduga, ia menendang dengan keras. Sangat keras hingga tubuhku melayang dan aku terpental menghantam pintu ruang kendali kapal. Aku terhenyak di tempat. Rasa malu dan iri membuncah, mengusik kesadaranku. Jangan membuat malu Dcoff, Chang! Kau telah ia latih secara pribadi! Aku bangkit dan mecoba melawan. Kali ini aku tak mau banyak berpikir. Aku terus menyerang dengan cepat hingga suatu waktu, trisulaku berhasil mengait tombaknya dan memuntir lengannya. Tak kusangka kekuatan tubuhnya begitu besar. Ia melompat di udara dan jatuh tepat di atas tubuhku. Kedudukan menjadi semakin buruk karena aku tak bisa bergerak di bawah tubuh berototnya. Tersengak-sengal, aku mecoba melawan dan menjepit leher...

[Screenhoot] Chang, Pejuang Tanah Timur-Bagian 19

Gambar
Sebetulnya malu, tapi harus bilang, baru mencapai 29.300 kata :( tetap semangat! Ayo selesaikan naskah #j50k -mu!

Aku Benci Kamu Hari Ini

Aku benci kamu hari ini! Seruku dalam hati. Karena kamu memaksaku tersenyum dan teringat terus tingkah lakumu. Sungguh, ini betul-betul benci yang teramat besar. Kenapa kamu begini? Kamu tak perlu melakukannya. Cukup. Apa motifmu, membuatku senang setengah mati dan memikirkanmu sepanjang hari? Apa niatmu hingga kau buat aku menelaah kembali bahwa bersamamu itu pasti, nyata, dan harus. Jika ditelisik lebih jauh, kamu jarang bersikap baik. Kamu tak suka bermanis-manis. Kamu menggambarkan ke-akukamu-anmu dengan jelas sehingga aku sadar, denganmu hanya menjadi aku-kamu. Bukan kita. Sehingga aku lupa, kamu juga manusia. Kamu bisa mencinta. Maka, sewaktu-waktu hati kamu luluh tanpa kutahu dan kamu mulai menelusupi benakmu dengan gambarku. Pasti. Seperti sekarang. Kenapa aku membencimu? Karena setelah sekian lama aku mencinta, tiba-tiba kamu membalasnya membabi buta. Kamu ungkapkan semua, kamu tunjukkan yang ada. Bahwa kamu mau, ada ke-kita-an di antara aku dan kamu. Inilah kita.

[Screenshoot] Chang, Pejuang Tanah Timur-Bagian 18

Gambar
Kenapa lambat? Ternyata ada saja hambatan dalam menyelesaikan naskah ini :(

[Screenshoot] Chang, Pejuang Tanah Timur-Bagian 17

Gambar
Ini screenshoot Chang, Pejuang Tanah Timur Bagian 17. Total sudah 25.000 kata. Nanti dilanjut lagi ya, maaf belum bisa posting.

Sepucuk Surat (Bukan) Dariku

Kuselipkan dengan hati-hati, tak lupa kubiarkan polesan lipstikku menempel di sana, di sudut kirinya.Surat pendek, berisi pesan agar kau jaga diri dan sampi di tujuan dengan selamat. Kupanjatkan setumpuk doa sepanjang hari semoga Tuhan menjagamu nanti. Kupintakan beragam hal pula. Supaya kau sukses di rantau dan segera pulang. Tapi, surat itu bukan dariku. Itu surat perempuan yang tengah duduk semeja denganku. Ia bilang kau akan meninggalkan kampung ini dan mencari kerja nun jauh di ibukota. Katanya lagi dengan bangga, kau berjanji melamarnya segera, setelah kalian bisa membangun rumah sederhana dan membeli mobil tua. ah, iri aku dibuatnya. Kerling matanya, senyum cerianya, penantian panjangnya. Kenapa dia yang menantimu pulang? Aku juga bisa! Kuputuskan tanpa basa-basi. Kulihat menyelipkan surat untukmu, di saku bajumu yang tergantung rapi. Tapi pasti kuganti dengan namaku tertera di sana, dengan sepenuh cinta, dan kecup manis menggigit yang centil. Ya, ketika kau pulang, kau h...

Mbak Dee, Aku Cinta Filosofi Kopi-mu!

“ Untuk Blog Contest Mizan.com ”             Apa kabar mbak Dee?             Rasanya senang sekali saya bisa menulis surat untuk Mbak Dee. Saya salah satu pengagum novel Mbak Dee yang berjudul Filosofi kopi. Pertama kali saya berkesempatan membacanya itu setahun yang lalu, waktu saya kelas 3 SMA. Itupun dipinjamkan teman. Saya penasaran karena sering mendengar orang membicarakan novel ini. Apalagi bawa-bawa kopi. Sebagai seorang penyuka kopi--walau pengetahuan saya soal kopi terbatas--saya tertarik dengan sesuatu yang berbau kopi. Sesedap sesapan secangkir kopikah novel nya? Seharum aroma kopikah ketika larut membacanya? Semua pertanyaan ini berkumpul dalam kepala.           Lalu saya membuka halaman pertama. Saya terjebak dalam kumpulan kata-kata! Saya terpana bagaimana Mbak Dee menulis begitu ringan da menyenangkan. Ya, kadang keti...

Ada Dia di Matamu

Ada dia di matamu. Selalu bergumam lucu. Bergelung nyaman. Meraih dan melingkupi dunia kecil, dunia miliknya sendiri. Ada dia di matamu. Dia yang teguh berdiri. Dia yang punya pendapat sendiri. Bukan seperti aku atau kamu atau mereka. Karena dia adalah dia. Seorang yang takkan runtuh apalagi limbung. Meski seribu bencana mencoba melumpuhkan. Coba lihat! Caranya melempar pandang yang agak sendu tapi kuat nan teduh. Tak henti-henti memancarkan senyum dan ketenangan walau bibirnya tetap diam. Pernahkah kau mendengar keluh kesahnya? Percayalah, hal itu bukanlah bagian dari kepribadiannya! "Kenapa kau tidak mengerti aku, bu? Bukankah kau bilang tiap orang itu unik karena berbeda? Mengapa kau  tidak membiarkan aku menjadi diriku, bu? Sementara kau bisa memahami orang lain dengan karakteristik mereka. Tidakkah kau pahami lukaku, bu?" Itulah sepotong percakapan yang kudengar antara kau dan ibumu. Kau mengiba, mencari celah meloloskan kebekukan hatinya. Agar ia mau melirik barang s...

Chang, Pejuang Tanah Timur-Bagian 16

Chang             Bahkan aku sudah terlanjur merasa putus asa dan tak yakin akan kembalinya aku. Tak perlu aku pulang pada kaumku. Karena mereka tidak butuh. Mereka tidak perlu. Aku hanya membawa nista, kecewa, dan aib. Aku mencelakakan hati mereka dengan cara melarikan diri. Kuhindari tanggung jawabku sebagai tumpuan orang. Kuhancurkan harapan mereka. Kubunuh impian mereka. Perang ini takkan usai hanya dengan kepulanganku.             Aku termangu seorang diri di dalam kamar. Sudah hampir seminggu sejak aku ditemukan di laut oleh Dcoff. Dengan rajin ia melatihku menggunakan beragam senjata, mempelajari teknik dengan beragam tingkat kesulitan. Mulai dari menyerang hingga bertahan. Ia juga menjelaskan secara rinci gerakan-gerakan tertentu yang sekiranya rumit bagiku tapi penting di matanya untuk kukuasai. Ia menyisipkan pula pengalamannya dan pengalamn orang lain yang ketika terj...

Chang, Pejuang Tanah Timur-15

Rim             Ini pertanda maut semakin dekat. Debar jantung yang meloncat dan kejang otot perut yang berputar-putar seakan siap mengeluarkan sesuatu. Seandainya aku memiliki cermin, aku penasaran dengan wajah seorang lelaki muda yang tengah menghadapi maut. Tubuhku mengejang. Perban dari Sarkaw tidak bekerja. Parah. Penglihatanku gelap terang. Kugulingkan tubuh. Hening. Aku tidak dapat mendengar suara-suara tapal kaki kuda. Apa aku akan segera mati? Seperti apa rasanya ajalku dicabut? Tubuhku bergelung, siap kembali ke haribaan Sang Pencipta. Entah dewa mana yang harus kupuja puji saat ini.             Rasa dingin mulai menjalar. Keringat membasahi seluruh tubuh. Telapak tangan, telapak kaki, kulit kepala, tengkuk, kening, pelipis, leher, dada, perut, selangkangan, betis, perlahan basah. Nafasku melemah. Aku tak menghindari takdir, bisikku. Aku tak mau melawan kehendak alam. ...

Jadilah Milikku! Mau?

"Niki!" teriak Shoji. Namun Niki tidak mau menoleh. Ia justru mempercepat langkahnya. Shoji tidak kurang akal. Ia berhenti mengejar Niki lalu masuk ke dalam sebuah toko. Sementara Niki sadar bahwa Shoji tidak lagi mengejarnya. Ia berbalik. "Kok aku sendirian?" bisiknya malu. Niki seegra mencari Shoji. Keterlaluan! Kenapa dia meninggalkanku? Dia tidak mengerti ya kalau aku hanya merajuk? Ah, ini tidak lucu! Niki memutar kepalanya ke kanan dan ke kiri. Namun ia tidak menemukan Shoji. Sementara Shoji sibuk memilih sesuatu di dalam sebuah toko. "Ini saja mbak," ujarnya. Niki terduduk lemas di sebuah resto. Pandangannya bergulir pada wajah setiap lelaki yang lewat. Ah, kemana Shoji, apa ia betul-betul marah padaku, gumamnya. Ia takut Shoji menganggapnya kekanakan karena sering ngambek . Akhirnya ia memesan makan siang. Coba saja kutelpon Shoji dan minta maaf, pasti dia kembali kemari dan menjemputku pulang, ujarnya dalam hati. Sementara itu, Shoji telah meli...

Aku Maunya Kamu, Titik!

"Mau yang mana sayang?" tanya ibu padaku. Aku memiringkan kepala sedikit. Yang mana ya? Harus yang belum pernah kupunya. Sesuatu yang memenuhi kriteria yang telah kutetapkan. Tapi aku menggeleng. Tidak, yang kuinginkan tidak ada di sini. Aku memberi isyarat penolakan pada ibu. "Loh, kenapa?" tanya ibu lembut sembari mengecup ubun-ubunku dan mengelus pundakku. Aku menarik tangannya. Entah mengapa, di sana tadi tidak menarik hatiku. Aku lelah telah berkeliling seharian. Namun ibuku tetap penuh semangat menemani. Ia memang perempuan tangguh! Tak peduli hari berhujan seperti ini yang dinginnya menembus kulit dan menyakiti tulang belulang. Walau lebih baik baginya bergelung dala selimut dan menanti ayah pulang. Kalaupun ia mau, ia bisa meminta Mbok Nur atau Kang Dadi mengantarku pergi. Begitulah seorang ibu. Ia ingin langsung turut campur pada perkara buah hatinya.

Di Balik Dapur "Chang, Pejuang Tanah Timur"-4

Dicekam panik itu ketika kamu melihat kalender dan merasa dikhianati tanggal. Kamu belum menuntaskan #J50K bahkan--kabar buruknya--perjalananmu melambat. Ya ampun! Bagaimana kelanjutan naskah ini? Ada yang menggapai 30.000 kata ya? *syok* Selain tingginya godaan untuk berlama-lama menyelesaikan naskah, hal lain adalah sakit. Liburan kok sakit? Huheheuehuehehe memang tidak asik ya? Tenang, hari ini sudah sembuh dan kembali giat kok! Tentang bagian 13 dan 14 dimohon maklum kalau terlalu panjang. Demi ngebut, setiap posting sekarang minimal 2000 kata. Sehari 2000 kata juga sudah ngos-ngosan rupanya. Aduh, mana kekuatan dari hari pertama? Mana? Manaaaaa? *pingsan*

Chang, Pejuang Tanah Timur-14

Dcoff             "Leluhurmulah yang menjagamu Chang. Kau yang berhak sekaligus berkewajiban menjadi pemimpin kaummu. Sebelum kau lunasi hutang itu, kau tak bisa mati. Leluhurmu tak rela posisimu digantikan orang lain. Dan aku yakin, leluhurmu membisikimu untuk membawa terompet pusaka itu agar kau selalu teringat tanahmu." Chang termangu. Ia menatapku dengan takjub. "Benarkah?" "Ya, pulanglah Chang. Mereka pasti menunggumu." "Aku tak punya ketrampilan yang mereka harapkan ada dalam diri seroang pemimpin." "Kau bisa belajar sembari mempraktekkannya." "Benarkah?" "Kau tak mempercayai aku?" "Tidak, kau teman lamaku, kau mengenalku dengan baik, tapi kau tahu kualitasku."             Aku heran dengan Chang. Kenapa ia begitu merendahkan dirinya di hadapanku? Dulu ia kukenal sebagai seseorang yang tidak begitu peduli pada segalanya dan rendah diri bukan karakternya. Tak peduli walau ke...

Sedikit Puisi

Merindumu Seperti hujan yang tengah beku Bulir-bulirnya deras turun Lalu hilang kesempatan diserap tanah Sebab kaku diusik hawa dingin Merindumu Seperti luka tak terjamah di batu Menggores dalam, menusuk, menatah, meninggalkan sesuatu Namun belum cukup mencairkanmu Sebelum kau dilalui air Hingga tinggalah sisa debu dari batu (yang hancur) Aku memujamu Tanpa ragu Tanpa embel-embel ingin dibalas Tanpa kupinta kau tahu Aku memujamu lalu merindu Layaknya perempuan kepada lelakinya Kau kupuja dan kurindu Tanpa kutahu awalnya Kau samuderaku, kau langitku, kau tumpuanku di masa depan Meski bukan rencana awalku

Chang, Pejuang Tanah Timur-Bagian 13

Rim             Wajah garang pasukan Kerajaan Selatan lewat di hadapan kami. Tanpa sadar, mereka melangkahkan kaki menuju jebakan kami. Dini hari, Istr, pemuda yang memberiku isyarat akan kedatangan pasukan tentara itu, memberi ide menakjubkan. "Kita harus memanfaatkan salju tebal itu!" ujarnya penuh semangat. Aku memberinya kesempatan untuk menjelaskan idenya. "Kita gali saja salju yang menutup jalan setapak di bawah bukit. Lalu kita taruh perangkap beruang di sana." Lalu aku mengumumkan agar kami bergotong-royong menggali di jalan setapak di bawah bukit. Susah payah, kedinginan, dan kelaparan tidak menurunkan semangat kami. Setelah menggali hingga setinggi pinggang orang dewasa--karena salju yang turun benar-benar deras--kami menyebarkan perangkap beruang. Meski jebakan ini terlalu kejam bagi manusia, kami tak punya pilihan. Kami ingin mengusir tentara-tentara itu.            ...

"Kamu Manis," kataku

"Lihat!" seruku girang. Kutunjukkan gelembung-gelembung sabun yang menari-nari di atas permukaan air. Air bercampur sabun dapat menghasilkan sesuatu yang menakjubkan berupa gelembung-gelembung cantik yang ketika ditiup akan melayang-layang. Kau memperhatikannya dengan wajah merona. Entah mengapa, tiap kutunjukkan sesuatu padamu, ekspresi wajahmu selalu indah. Kau tampak tersenyum dalam kedamaian. Anak rambutmu dipermainkan angin yang membelai-belai, merayuku untuk menyentuhnya. "Suka? Ayo ikut main!" paksaku. Kutarik tangannya. Ia tersenyum semakin lebar--dan bagiku semakin manis. Kami bergantian meniup gelembung sabun dari sebatang kawat yang ujungnya kubengkokkan agar melingkar. Ia sama bersemangatnya denganku. Tiap kutiup sebuah gelembung, ia akan mengejarnya dan berusaha memecahkannya. aku tertawa-tawa. Ia terduduk lemas di atas rumput. Mungkin lelah. Matanya yang cekung dan kulitnya yang pucat nampak kontras dengan keadaan di sekeliling kami yang segar mer...

Chang, Pejuang Tanah Timur-Bagian 12

Chang             Sepanjang malam aku tak bisa lelap. Tubuhku menolak tidur. Ketika akhirnya aku dapat memejamkan mata, Waldon justru membangunkanku dan menugaskanku ke dapur. Kepalaku terasa pening. Ditambah lagi keadaan kapal yang bergoyang-goyang membuatku kesulitan berdiri tegak. Tubuhku seakan mengikuti arus air laut dan ikut bergelombang. Wajahku muram ditelan kelelahan. Aroma tubuhku tak ubahnya gelandangan kota. Menjijikkan, amis, entah bagaimana lagi caraku mendefinisikannya.             Waldon dan awak kapal lain sudah menunggu. Mereka duduk berjejer rapi di ruang makan. Piring-piring bersih dan gelas-gelas kosong tertata di ujung meja. Sementara tong brendi dan whiski telah disiapkan. Aku menata mangkok-mangkok berisi daging rusa asin dan bermacam jenis ikan yang diasap. Waldon menepuk bahuku lalu berkata, "Makanlah. Lupakan ceritaku kemarin. Fokus pada hidangan ini d...

Dag Dig Dug!

Siapa di sana? Siapa dia? Wajahnya tertutup topi jerami lebar. Aku hanya dapat melihat seulas senyum tipis yang bernaung pada bibir coklatnya. Tangannya yang nampak kasar dan berkapal--khas lelaki--sibuk mengetik di notebook yang sama dengan milikku. Tangannya begitu cekatan dan terampil. Sembari mendengarkan musik dan sesekali menyesap minuman dalam botol plastik, ia begitu larut dalam kesibukan. Tangannya terus mengetik dan mengetik hingga mebuatku penasaran. Apa sih yang sedang ia kerjakan? Kenapa begitu asyik? Ia tidak mempedulikan lalu lalang orang atau keributan-keributan di sekitarnya. Ia tetap menatap layar notebook dan tak menghiraukanku yang masih menatapnya.

Chang, Pejuang Tanah Timur-Bagian 11

Rim Aku membutuhkanmu seperti bumi butuh langitnya. Kau mengerti kan? Artinya, aku dan kau sudah takdir. Satu paket lengkap yang tak terpisahkan.             Dulu kupikir, aku tak butuh siapapun.             Sekarang kupikir, tidak adanya kau menyesakkan dadaku. Setiap hari aku datang ke makammu. Menaburi peristirahatan terakhirmu dengan bunga-bunga. Menyirami tempat berteduhmu dengan air telaga. Aku yakin kau merasakannya di bawa sana, merasakan tiap titik perhatian dan rinduku yang menyebar mengakar menjumpaimu.             Aku menatap perkamen ini dengan hati hancur. Ini surat cinta Jem untuk istrinya yang meninggal dunia akibat sakit paru-paru. Aku menemukannya di ruang perpustakaan rahasia. Perpustakaan ini berada di bawah tanah. Pintu masuknya melalui kamar Jem. Tidak ada seorang pun yang memasuki kamar ini sebelumny...

Di Balik Dapur "Chang, Pejuang Tanah Timur"-3

Wow banget! Ini hari keenam dan saya telah mendekati angka empat belas ribu. Super! Super memeras imajinasi dan waktu, huehehehhe. Saya tetap memantau blog rekan-rekan  J50K  dan melihat perkembangan menakjubkan. Beragam cerita dengan ide-ide menarik dibuat. Hebat! Bahkan ada yang turun ke lapangan untuk riset. Mulai dari bolak-balik ke Polda Metro Jaya hingga naik gunung. Ada pula yang mendapat hambatan selama kegiatan ini berlangsung. Mulai dari menghadapi UAS *ehem* sampai komputernya rusak.

Chang, Pejuang Tanah Timur-Bagian 10

Chang             Tubuh Chang terayun-ayun. Ia membuka mata dan melihat sekeliling. Di mana aku, pikirnya. Ia tidur di atas ranjang gantung di sebuah rumah sederhana. Sebuah jaring tergantung di dindingnya. Nampak pula peralatan memancing lain. Lalu di sisi lain rumah itu, beberapa ikat ikan yang telah dikeringkan atau diasapi digantung berjejer. Bau khas laut masih tercium kuat. Chang memutuskan ia perlu membersihkan badan.             Ia melangkah keluar dari rumah itu. Rumah berbentuk kotak dengan satu ranjang gantung dan lebih banyak gantungan ikan. Ia harus mencari air bersih. Namun di matanya yang terlihat hanya air laut. "Kau sudah bangun?" sapa seorang perempuan. Di kepalanya terdapat lilitan kain berwarna cerah. Pakaiannya longgar. Di pinggul kirinya terdapat sebuah keranjang berisi ikan. "Mau kau apakan ikan-ikan itu?" tunjuk Chang. "Sebagian akan kugarami lalu kujemur...

Chang, Pejuang Tanah Timur-Bagian 9

Xzat             Sepuluh pasukan berkuda mengelilingi jembatan kecil menuju Gosheang. Itu pintu utama memasuki desa. Menyeberangi sungai kecil nan jernih yang biasa dimanfaatkan penduduk setenpat memancing ikan. Sebelas orang pasukan pemanah menyebar di beberapa titik mengelilingi desa. Dua puluh pasukan dengan pedang dan tombak akan menyerang dari belakang.             Xzat memanggul pedangnya dengan pandangan buas dan angkuh. Ia member aba-aba pada pasukan berkuda. Kuda jantan hitamnya, Zargabit, terlihat siap menerjang. Zargabit memakai pelindung kepala dan pelana dari jalinan cincin tembaga. Walau tampak berat dan bergemerincing, Zargabit akan aman bersama tuannya melawan musuh. Xzat mengitari desa itu dua kali. Sesuai perintah penyihir raja, "Aku akan membantumu memenangkan pertempuran demi pertempuran di garis perbatasan. Namun turuti perintahku. Sebelum kau menghancurkan ...

Chang, Pejuang Tanah Timur-Bagian 8

            Chang              Kapal bergerak pelan membelah lautan. Angin, burung camar, dan bau garam menggelitik penciuman Chang. Ini kali pertama ia berlayar dengan kapal penumpang. Beruntung ia tak perlu mengalami mabuk laut. Orang-orang memenuhi dek dengan makanan, ocehan, dan aroma keringat. Dari kejauhan nampak kapal lain yang lebih besar lewat. Yher, teman seperjalanan Chang, tengah kerepotan menguras isi perutnya. Sedari tadi ia tak beranjak dari tempatnya berada. Chang merasa kasihan. Mungkin aku harus menyeduhkan teh untuknya, pikirnya. Belum sempat Chang melangkah, kapal berguncang keras. Tanpa permisi, ombak setinggi beberapa kaki menghantam sisi kiri kapal. Oleng. Terjadi kekacauan. Orang-orang di dek menjerit-jerit. Para anaku buah kapal berlarian.             Chang berpegang pada tiang layar. Kali ini perut dan kepalanya serasa diaduk-aduk. Tubuhnya ba...

Chang, Pejuang Tanah Timur-Bagian 7

Rim             Puluhan orang berkumpul di lapangan desa. Beberapa orang masih kukenali dengan baik. Di sana, itu Pak Goar, dia pemilik satu-satunya rumah minum di tanah timur. Lalu lelaki dengan celemek kulit selutut berkantung banyak yang berisi alat-alat dapur pasti Slom, si tukang jagal. Lelaki bertopi jerami dengan cambang tak terawat dan kulit hitam legam adalah Vost, peternak kuda. Nah, yang berdiri tak jauh dariku bernama Pak Dreem yang bekerja di kota. Ia penjaga gudang yang letaknya dekat dengan tempatku bekerja dulu. Kupikir ia mendapat libur karena dulu sebelum merantau, ia jarang pulang. Ayahku, Rou, sibuk mengepulkan asap rokok tembakaunya. Tembakau terbaik yang dapat kubeli dengan uang tabunganku. Ayah terlihat senang dan puas. Perempuan-perempuan tidak ikut rapat semacam ini tapi mereka diizinkan menonton dari pinggir lapangan. Anak-anak dijauhkan. Keluarga Freoh mengajak anak-anak bermain ke padang rumput di balik b...

Dapur "Chang, Pejuang Tanah Timur" 2

7404!! Yippiiiiii Hari ini tanggal 3 Januari 2012 dan saya telah menghasilkan 7404 kata untuk Januari50K . Takjub sebenarnya. Terlebih, saya juga membagi waktu untuk Ujian Akhir Semester satu. Produktifitas yang menyenangkan sekaligus menegangkan. Saya tidak sabar menuliskan bab-bab selanjutnya Chang, Pejuang Tanah Timur ini. Peserta-peserta lain juga nampak semangat. Setiap kali membuka Facebook, notifikasi yang saya terima kebanyakan berkaitan dengan kegiatan ini huehehhe.

Chang, Pejuang Tanah Timur-Bagian 6

Chang             Berjuang dengan sisa-sisa kekuatannya, Chang merangkak menuju sungai. Kulitnya biru. Bibirnya kelu, giginya gemelutuk tak karuan. Ia pingsan semalam setelah terantuk batu di pinggir sungai. Wajahnya menghantan tanah. Ketika bangun, tubuhnya kaku. Di mulutnya terdapat segenggam tanah yang mengotori gigi dan lidahnya. Darah kering membekas di bibir, hidung, dan pelipis kiri. Tangan kakinya perih akibat lecet-lecet yang beradu dengan pakaian.             Embun membasahi rerumputan. Pelan-pelan Chang mengangkat tubuhnya. Duduk, ia menangkupkan tangan dan mengambil air. Sungai seakan beku. Setelah menyesap air sebisanya, ia mencelupkan wajah ke dalam air. Ia menikmati sensasi digelitiki aliran air. Siapa tahu sungai ini bisa membantunya menjernihkan pikiran. Namun itu tak berlangsung lama. Rasa lapar kembali merongrong dari dalam perut. Chang mencengkeram perutnya d...

Chang, Pejuang Tanah Timur-Bagian 5

Peppe             Benua Mata Angin adalah benua terluas di seluruh dunia, tempat bertahta 4 kerajaan terkuat. Kerajaan Utara, Kerajaan Selatan, Kerajaan Timur, dan Kerajaan Barat. Sebagian besar wilayah Kerajaan Timur berupa dataran tinggi dan pegunungahn yang berhawa sejuk. Meski mengalami siklus empat musim--musim panas, musim dingin, musim gugur, dan musim semi--terdapat salju abadi di puncak gunung tertinggi, Gunung Suci. Sungai-sungai akan membeku di musim dingin.             Kerajaan Selatan menguasai perairan. Sebagai negara pesisir, sebagian besar devisa Negara didapatkan dari hasil laut. Tak hanya ikan-ikanan, juga penambangan pasir, mutiara, rumput laut, dan kelapa. Perkampungan nelayan memadati pantai-pantai. Tak heran, Kerajaan Selatan memiliki pelabuhan terbesar di Benua Mata Angin. Bisnis perkapalan tak pernah surut. Seluruh kapal yang ingin memasuki perairan Benua...

Chang, Pejuang Tanah Timur-Bagian 4

Jem             Langit mendung, langit muram. Kapan kemuraman itu disingkap? Dua hari berlalu dan Jem tak melihat Chang. Semua orang berkata mereka tak melihat Chang. Sampai hatikah Chang membiarkan kakeknya menunggu? Masih banyak hal yang ingin disampaikan Jem. Ia tidak akan merasa puas atau berlega hati sebelum mengatakan lebih banyak, sebisanya. Ia tak bisa menunggu. Ajal dapat menjemput kapanpun. Tak banyak yang bisa ia bagi pada Chang. Setidaknya ia boleh bercerita tentang orangtua Chang, kehidupannya dulu di awal kepemimpinan hingga ketika ia sesakit ini. Chang, batinnya.             "Jem, bagaimana kabarmu hari ini?" Rou masuk kamarnya. Rou duduk di atas tikar lusuh yang digelar di sisi ranjang. Jem duduk di situ, kepalanya menengadah. Kedua tangannya menopang tubuh, mencengkeram sisi ranjang kuat-kuat. Ia menutup mata. Sedikit doa di pagi hari akan membantu menjernihkan ...

Di Balik Dapur Pembuatan "Chang, Pejuang Tanah Timur"

Asli, seru! Ini pengalaman pertama yang patut dinikmati senikmat-nikmatnya! Saya baru tahu menulis novel ternyata penuh perjuangan, capek, kadang bosan, hilang ide, dan asyik!!! Ketika memasuki bagian kedua Chang, Pejuang Tanah Timur sebenarnya saya merasa mati langkah. Mau diapakan dan dikemanakan naskah ini? Saya bingung melanjutkan. Lama menatap layar laptop dan *ehem* tulisan tidak juga rampung. Total ada lima orang yang saya racuni untuk ikut kegiatan keren ini. Kini kami tengah berlomba dengan waktu demi menyelesaikan naskah impian. Kami juga bertarung dengan rasa jenuh yang acap kali hampir dan menekan-nekan semangat untuk menguap. Sungguh fantastis! Jika rata-rata dalam sehari saya bisa menulis paling banyak 1000 kata, sekarang saya ditantang untuk menulis lebih banyak lagi.Hari kedua, hari ini, saya telah membuat bagian kedua dan ketiga naskah yang bila ditotal hampir tiga ribu kata. Berkembang, bukan? ^_^ Lalu bagaimana proses penciptaan naskah ini?

Chang, Pejuang Tanah Timur-Bagian 3

Chang             Dengan lari, aku hanya melawan diriku untuk kembali. Aku masih terlalu pengecut untuk pulang. Aku bukan seorang pejuang. Seumur hidupku, aku telah melihat bagaimana kakekku menjalani kehidupannya sebagai pemimpin sekaligus pemuka agama di tanah timur. Sudah dua ratus tahun, lima generasi, dan generasi kelima adalah kakekku, membuka tanah ini untuk tempat tinggal kaum kami. Kakekku menghabiskan seluruh hidupnya dengan beribadah. Mempelajari kitab-kitab dan perkamen-perkamen tua. Melantunkan doa-doa, memuji Sang Pencipta. Memanjatkan mantra dan memohon pada dewa-dewa demi kemakmuran kaum kami. Menjadi tempat berkeluh kesah penduduk tanah timur.             Kakek sering berdiam di hutan sana, dekat Gunung Suci. Tiap satu purnama, ia melakukan ibadah berkeliling Gunung Suci. Lalu mengajak kaum tanah timur membagikan berkat berupa hasil bumi kepada dewa-dewa dengan ...

Chang, Pejuang Tanah Timur-Bagian 2

Istana Korguz             "Kukira perintahku sudah jelas, Nabima. Bukakan jalan untuk pasukanku ke Gunung suci. Itu harus selesai dalam satu bulan. Kenapa belum ada perkembangan bagus yang bisa kau laporkan padaku?"             "Yang mulia, Kroguz bijaksana, medan jalan sungguh berat. Pekerjaku tidak sanggup. Selain dikelilingi jurang, jalan menuju ke Gunung Suci dijaga roh-roh yang minta tumbal atas kehadiran kami. Aku sudah kehilangan dua orang anak buahku. Banyak dari kami yang sakit. Kami juga belum bisa menemukan sesuat yang aman untuk dimakan di sana. Membawa perbekalan dalam jumlah banyak hanya menambah risiko menjadi sasaran binatang buas. Mohon kebijaksaan Yang Mulia." Korguz bangkit. Ia berjalan menuruni pelataran singasananya. Mata tajamnya menatap sinis. "Kau tahu kebijaksanaan rajamu. Ia tak suka menunggu atau mendengar alasan macam apapun. Apakah aku harus menghuku...

Chang, Pejuang Tanah Timur

              Chang             "Chang!" Ia menoleh. Sepagi ini, memerah susu sapi. Bulir-bulir keringat menderas, memenuhi tengkuk dan pelipisnya. Matanya sarat rasa lelah. Nafasnya memburu, kadang cepat kadang lambat. Tertatih, ia membawa kantung-kantung perut beruang yang kuat dan tebal berisi susu sapi. Kantung dari perut beruang itu membentuk cekungan dalam, sangat elastis. Cocok untuk membawa banyak benda cair. "Kau, Jem mencarimu. Kukatakan kau sudah meninggalkan peraduanmu sedemikian cepat. Aku tak paham kenapa ia mencarimu saat-saat seperti ini. Terlalu dini, ia masih sakit, ia tidak perlu terbangun ketika hari gelap demi bicara denganmu," sungut Rou.             "Tenang Rou, tenang. Sabarlah sedikit. Kau paham betul tabiat Jem. Meski sakit, ia tak mau dan tak suka dianggap sakit. Ia pasti memintaku memapahnya berkeliling kaki bukit l...